BANGKALAN- Kepala Madrasah Kabupaten Bangkalan diduga melakukan Penyelewengan bantuan operasional pendidikan (BOP) Covid-19 Tahun 2020.
Kucuran dana bantuan Operasional Pendidikan (BOP) Covid-19 2020 dari kemenag RI tiap lembaga pendidikan Rp10 juta, diakomodir oleh Forum Komunikasi Diniyah Taklimiyah (FKDT) Kemenag Kabupaten Bangkalan. Pasalnya dana itu di peruntukkan untuk beli alat-alat covid ( Hedreyer, masker, drum dan lain sebagainya ).
Program bantuan ini bertujuan untuk menggalang dukungan dan partisipasi masyarakat untuk bersama menguatkan lembaga pendidikan Islam seperti pesantren dan madrasah agar selalu menerapkan protokol kesehatan dan maksimal dalam penanggulangan Covid-19.
Namun diduga pembelanjaan BOP Covid-19 Tahun 2020 disalahgunakan oleh kepala sekolah lembaga pendidikan agama kabupaten Bangkalan yakni tidak sesuai peruntukan. Hal ini bertentangan dengan UU No.20 Tahun 2001 Pasal 2 Pasal 3 tentang tindak pidana korupsi,’ Selasa (25/01/2022).
Moh Hosen Aktivis Komite Anti Korupsi Indonesia (KAKI) DPD Kabupaten Bangkalan Madura Jawa Timur, menyayangkan prilaku Kepala Madrasah Diniyah Bangkalan jika desas desus korupsi penyelewengan itu benar adanya.
Pasalnya dugaan penyelewengan bantuan operasional Pendidikan (BOP Covid-19 2020 ini masih dalam proses penyidikan Hendrawan Kasipidsus kejaksaan negeri bangkalan dalam artian sudah memanggil pihak Forum Komunikasi Diniyah Taklimiyah.
Perihal ini tetap kami kawal Supaya penyalahgunaan wewenang tidak kerap dilakukan oleh oknum Forum Komunikasi Diniyah Taklimiyah (FKDT) maupun kepala Madrasah Diniyah Kabupaten Bangkalan yang bersangkutan.
Bantuan Operasional Pendidikan (BOP) disinyalir pembelanjaan alat covid-19 tidak sesuai peruntukan. Dalam artian disalahgunakan oknum Kepala Madrasah Diniyah, dengan istilah; Tak Ada Yang Tahu Kecuali Dilaporkan
KAKI harap Aparat Penegak Hukum serius tangani kasus dugaan tindak pidana korupsi ini. Untuk didalami dengan benar dan jangan sampai ada Kolusi dan Nipotisme karena KKN (Korupsi Kolusi dan Nepotisme) dilarang keras oleh negara.
Sebagaimana Undang-undang (UU) No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.
Dan apabila sudah memenuhi unsur atau dua alat bukti namun tidak sampai pada Pengadilan Tipikor, berarti penegak hukum tersebut dinilai gagal dalam menegakkan hukum,” ungkap Hosen. (SA/Red)