MADURA- Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di empat pemerintah daerah Pulau Madura banyak dipimpin oleh Pejabat Pelaksana Tugas (PLT).
“KAKI mengatakan kasusnya terkorespondensi secara empirik di beberapa Sekda, Inspektorat, Sekwan, dinas, dan badan pemerintahan tersebut tahun 2019-2020”.
Pada konteks inilah, berdasarkan perspektif tata administrasi pemerintahan daerah, Madura dapat disebut sebagai Pulau PLT.
Konsepsi ini koheren dengan pernyataan pelbagai kalangan di Madura.
“Mahmudi, anggota Komisi A DPRD Kabupaten Bangkalan, menyebut Bangkalan sebagai Kabupaten PLT karena terlalu banyak jabatan pelaksana tugas di Pemerintah Daerah Kabupaten Bangkalan (Surya, 2019). Yulis Juwaidi, Kapala Bagian Humas Sekretariat Daerah Pemerintah Daerah Kabupaten Sampang menyebutkan terdapat sejumlah kursi jabatan kepala dinas (diisi/ dijabat oleh PLT) yang kosong di Pemerintah Kabupaten Sampang (Tribun Madura, 2019).
“Haidar Ansori, Ketua Prahara, menyebutkan bahwa Kabupaten Pamekasan sangat layak menyandang julukan kabupaten PLT (Kompas, 2020). Abuya Busro Karim, Bupati Kabupaten Sumenep, memaparkan terdapat beberapa OPD di Kabupaten Sumenep yang masih belum ada pejabat definitif (PLT) pada tahun 2019 (Tribun Madura, 2019)”.
Fenomena PLT OPD tersebut adalah hal yang lumrah dan dibenarkan menurut regulasi. Namun ketika jumlah kasusnya cukup banyak dan menurut regulasi melampaui batas kewenangan,
pengangkatan PLT tersebut potensial menjadi masalah. Hal ini karena banyaknya kasus tersebut akan dapat berdampak buruk pada kinerja dan serapan anggaran OPD. Apalagi PLT OPD tersebut melampaui batas kewenangan yang diatur dalam regulasi, maka sudah pasti tata laksana pengambilan keputusan dan tindakannya akan cacat/lemah.
“Lalu pertanyaannya, bagaimana mengatasi masalah tersebut sehingga kepercayaan publik meningkat pada empat pemerintah daerah Madura?
Keputusan dan Tindakan yang Benar
Berdasarkan penelusuran penulis pada data/ informasi terkait di media online, PLT OPD di Kabupaten Bangkalan tahun 2020 sebanyak 11 OPD, Kabupaten Sampang tahun 2020 sebanyak 10 OPD, Kabupaten Pamekasan tahun 2020 sebanyak 11 OPD, dan Kabupaten Sumenep tahun 2019 sebanyak 8 OPD. PLT OPD di Kabupaten”.
Bangkalan: (1) Sekda, (2) Sekwan DPRD, (3) Disdik, (4) Dinkes, (5) Satpol PP, (6) DPMD, (7) BPKAD, (8) BPKSDA, (9) Inspektorat, (10) Diskominfo, dan (11) Dinas Peternakan. PLT OPD di Kabupaten Sampang: (1) Sekda, (2) Bapelitbangda, (3) Disporabudpar, (4) Disperindagprin, (5) Dinas PUPR, (6) DPMPTSP, (7) Bakesbangpol, (8) Disdik, (9) Dinkes, dan (10) Dispendukcapil.
PLT OPD di Kabupaten Pamekasan: (1) Disdik, (2) Dinkes, (3) Dinas PU Bina Marga, (4) Dinas Kelautan dan Perikanan, (5) Dispertahorbun, (6) Dinas Koperasi dan UKM, (7) Diskominfo, (8) Badan Keuangan Daerah, (9) Bakesbangpol, (10) BKPSDA, dan (11) Satpol PP. PLT OPD di Kabupaten Sumenep: (1) Desperindag, (2) Dishub, (3) Bakesbangpol, (4) Dinas PUPR, (5) DPMPTS, (6) Satpol PP, (7) Dispertahorbun, dan (8) BPKAD (berita media online, 2019-2020).
Pengangkatan PLT OPD tersebut dilakukan oleh bupati karena terjadi kekosongan pejabat defintif yang disebabkan karena pejabat definitif memasuki usia pensiun, mengundurkan diri, berhalangan tetap karena sakit parah dan wafat, atau karena terjerat kasus tindak pidana korupsi.
Masa bakti PLT tersebut secara akumulatif maksimal 6 bulan menurut Pasal 214 UU 23 Tahun 2014 jis Pasal 5 ayat (2) Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2018, Pasal 2 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 91 Tahun 2019, Surat Edaran BKN No. 2/E/VII/2019 dengan kewenangan terbatas dan tidak boleh mengambil keputusan dan tindakan strategis.
Keputusan dan tindakan strategis tersebut menurut Pasal 14 UU No. 30 Tahun 2014 jo Surat Edaran BKN No. 2/E/VII/2019 adalah: (1) keputusan dan tindakan yang memiliki dampak besar, seperti perubahan Renstra dan RKPD, dan (2) keputusan dan tindakan yang memiliki dampak perubahan status hukum kepegawaian, seperti pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian pegawai.
Menghadapi fenomena ini tentu saja bupati sebagai kepala daerah harus mengambil keputusan dan tindakan yang benar. Keputusan dan tindakan yang benar menurut regulasi adalah dengan merotasi/mengganti pimpinan OPD tersebut dengan pejabat definitif melalui mekanisme seleksi menggunakan sistem merit sesuai dengan Pasal 108-110, 116-118, dan 120 UU Nomor 5 Tahun 2014 jis Pasal 205, 208, dan 233-235 UU Nomor 23 Tahun 2014, Pasal 110 dan 113-114.
Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017, dan Lampiran I Peraturan Menteri PAN-RB Nomor 13 Tahun 2014. Melalui mekanisme seleksi tersebut akan diperoleh output pejabat definitif OPD yang otoritatif, yang menurut regulasi memiliki otoritas dalam membuat keputusan dan tindakan strategis dalam pemerintahan.
“Dampak positifnya, jika kebijakan tersebut dilakukan dengan benar maka kinerja dan anggaran OPD dapat tercapai dan terserap dengan baik, dimana secara akumulatif berdampak positif pada kinerja pemerintahan dan pembangunan pemerintah daerah di pulau Madura”.
Namun sebaliknya, jika kebijakan pemerintah daerah dalam pengangkatan PLT OPD tidak tepat maka akan muncul banyaknya PLT OPD. Dampak paralelnya adalah inovasi dan kreativitas OPD dalam pencapaian kinerja dan anggaran tidak bisa dilakukan dengan baik, sehingga memperlambat pencapaian kinerja dan serapan anggaran. Argumentasinya, karena kewenangan PLT terbatas pada keputusan dan tindakan yang tidak strategis.
Keterbatasan inilah yang membuat PLT OPD tidak mungkin dapat bekerja inovatif dan kreatif untuk mengejar pencapaian target kinerja dan anggaran. Fakta empiriknya terlihat secara akumulatif pada penyerapan anggaran pemerintah daerah di pulau Madura tahun 2019. Serapan anggaran tahun 2019 Pemerintah Daerah
Kabupaten Bangkalan sebesar 76% (Kabar Madura, 2020), Kabupaten Sampang 85% (Antara Jatim, 2019), Kabupaten Pamekasan 79% (Bhirawa, 2019), dan Kabupaten Sumenep 50% (Koran Madura, 2019).
Harapan Publik
Mencermati fakta banyaknya kasus PLT OPD, publik tentu mengharapkan bupati pemerintah daerah di Madura dapat mengambil keputusan dan tindakan secara benar dan tepat sesuai dengan regulasi. Artinya, pergantian jabatan OPD harus dilakukan secara benar sehingga tidak melahirkan residu kebijakan berupa banyaknya PLT OPD. Harapan ini koheren dengan regulasi yang mengatur tentang pergantian pimpinan OPD.
Implementasinya, pimpinan OPD di Madura menjadi otoritatif sehingga dapat berkreativitas dan berinovasi untuk mencapai target kinerja dan anggaran, yang ditetapkan dalam perjanjian kinerja OPD di awal tahun anggaran. Pencapaian kinerja tersebut berdampak positif pada kepercayaan publik terhadap pemerintah daerah di Madura semakin kuat. (Red)